Minggu, 07 Oktober 2007

Kualitas Sumber Daya Manusia ditentukan Pendidikan dan Kesehatan

Kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain ditentukan dua faktor yang satu sama lain saling berhubungan, berkaitan dan saling bergantung yakni pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Oleh karena itu Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Demikian penegasan Menkes DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP., ketika membuka Rapat Kerja Nasional Usaha Kesehatan Sekolah (Rakernas UKS) ke-7 di Solo tanggal 3 Desember 2004.
Lebih lanjut Menkes menegaskan, UKS bukan hanya dilaksanakan di Indonesia, tetapi dilaksanakan di seluruh dunia. Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat atau Health Promoting School ( Sekolah yang mempromosikan kesehatan ).
Health Promoting School adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Lebih lanjut ditegaskan, masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah dan remaja sangat kompleks dan bervariasi. Pada anak usia TK dan SD biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan diri.
Pada anak usia SLTP dan SMU (remaja), masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko seperti penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), Kehamilan yang Tak Diingini, Abortus yang tidak aman, Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS, Kesehatan reproduksi Remaja, Kecelakaan dan trauma lainnya.
Berkaitan dengan hal itu, pelaksanaan UKS di tingkat TK dan SD berbeda dengan tingkat SLTP dan SMU. Pelaksanaan UKS di SLTP dan SMU lebih difokuskan pada pencegahan perilaku berisiko yang biasanya sering dilakukan remaja sesuai dengan ciri dan karakteristiknya yang selalu ingin tahu, suka tantangan dan ingin coba-coba sesuatu hal yang baru serta penanganan akibatnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak beberapa tahun terakhir Departemen Kesehatan telah memberikan perhatian khusus terhadap masalah kesehatan remaja antara lain dengan mengembangkan konsep "Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja" (PKPR) yang secara proaktif mendorong dan meningkatkan keterlibatan dan kemandirian remaja dalam memelihara dan meningkatkan status kesehatannya.
Menurut Menkes, berdasarkan pengalaman pelaksanaan program kesehatan di sekolah melalui UKS dapat memberikan daya ungkit yang nyata dikarenakan selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dicapai karena terorganisir dengan baik dan sangat cepat menerima informasi dalam pembentukan perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, UKS merupakan wadah atau kendaraan yang telah digunakan oleh berbagai program kesehatan seperti kesehatan ibu dan anak, gizi, pemberantasan penyakit menular (P2M), Kesehatan Lingkungan, Pengobatan, Promosi Kesehatan dan lain-lain untuk mempercepat pencapaian tujuan program.
Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto, dalam sambutannya menyatakan, program UKS sangat penting untuk membudayakan perilaku hidup sehat pada anak sekolah yang lebih lanjut diharapkan menjadi agen pembangunan, agen pembudayaan perilaku hidup sehat di lingkungan keluarganya.
Dengan membudayanya perilaku hidup sehat tersebut diharapkan menjadi daya dorong bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tetap menaruh perhatian sekaligus harapan terhadap suksesnya pelaksanaan program UKS antara lain diwujudkan dalam bentuk dukungan dana APBD Provinsi, demikian pula dengan Kabupaten/Kota juga memberikan dukungan dana dari masing-masing APBD-nya. Selain itu pihak sekolah juga memberikan dukungan dana melalui APBD Sekolah yang bersangkutan.
Dengan dukungan dana tersebut, diharapkan pelaksanaan program pokok UKS yang dikenal dengan Trias UKS yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat dapat dilaksanakan secara efektif dan optimal. Agar UKS yang merupakan upaya terpadu program dan sektor yang melibatkan empat departemen lebih maksimal daya guna dan hasil gunanya, kiranya perlu adanya rumusan yang jelas mengenai batas kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
DR. Ir. Indrajati Sidi, Dirjen Dikdasmen Depdiknas sekaligus Ketua Panitia dalam laporannya menyatakan Rakernas UKS merupakan kegiatan rutin Tim Pembina UKS yang dilaksanakan setiap 2 tahun sekali. Sasaran Rakernas UKS ke-7 adalah seluruh Tim Pembina UKS Pusat, Perwakilan Tim Pembina UKS Provinsi serta beberapa Tim Pembina UKS Kabupaten/Kota sebagai peninjau. Rakernas UKS diikuti 300 peserta yang mewakili Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Departemen Agama, Pemda, Perwakilan WHO, UNESCO dan peninjau.
Tujuan Rakernas untuk lebih memantapkan pembinaan, pelaksanaan dan pengembangan UKS baik di Pusat maupun di daerah melalui Focusing Resources on Effective School Health (FRES). Sedangkan secara khusus, tujuannya disamping untuk mensosialisaikan pembinaan dan pengembangan UKS yang telah dituangkan dalam SKB 4 Menteri tahun 2003 ( Mendiknas, Menkes, Menag dan Mendagri) juga dimaksudkan untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan koordinasi, menyepakati berbagai kebijakan dan bagaimana menentukan program-program prioritas dimasa yang akan datang.
Tema yang dipilih dalam Rakernas UKS ke-7 adalah "Melalui UKS Kita Tingkatkan Derajat dan Mutu Pendidikan Guna Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas". Beberapa hal yang dibahas dalam Rakernas antara lain menyangkut program, standar pelaksanaan UKS, Lomba Sekolah Sehat, Manajemen dan Organisasi serta Sistem dan Mekanisme Pembinaan Pengembangan UKS dan hal-hal yang berkaitan dengan monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Sedangkan nara sumber selain dari para Ketua Tim Pembina UKS Pusat, juga datang dari UNESCO, Badan POM, sedang untuk memberikan bagaimana pelaksanaan UKS di lapangan juga dihadirkan Bupati Lampung Timur dan Bupati Purbalingga serta Kepala Madrasah Iftidaiyah Swasta Istiqomah Sambas Purbalingga. Rakernas berlangsung selama 3 hari dari tanggal 2 ? 5 Desember 2004.
Pada kesempatan tersebut, Tim Pembina UKS Pusat juga memberikan piagam penghargaan kepada Bupati/Walikota yang selama ini telah menunjukkan prestasi, dedikasi dan dukungan yang besar bagi kemajuan UKS di daerahnya masing-masing, yaitu Bupati Mojokerto, Walikota Sukabumi dan Walikota Jakarta Timur.
Penyerahan piagam dilakukan oleh Menkes DR. Dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP kepada Bupati Mojokerto, Walikota Sukabumi dan Walikota Jakarta Timur disaksikan Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto dan Dirjen Dikti Depdiknas DR. Ir. Indrajati Sidi.
Sumber : www.depkes.go.id

Kamis, 04 Oktober 2007

Peningkatan Puskesmas Tapian Dolok menjadi Puskesmas Perawatan

Pada Tahun Anggaran 2007 ini, Puskesmas Tapian Dolok akan ditingkatkan menjadi Puskesmas Perawatan. Sehubungan dengan lokasi Puskesmas Tapian Dolok berada di jalan lintas Medan - Pematangsiantar, Puskesmas Tapian Dolok akan memiliki fasilitas Unit Gawat Darurat (UGD) dan rawat inap untuk meningkatkan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Disamping Puskesmas Tapian Dolok menjadi Puskesmas Perawatan, pembangunan kesehatan untuk Tahun Anggaran 2007 di Kecamatan Tapian Dolok yang lainnya adalah peningkatan 1 (satu) unit Poliklinik Desa (Polindes) menjadi Pos Kesehatan Desa di Nagori Naga Dolok, Kecamatan Tapian Dolok. Fasilitas yang dimiliki terutama pelayanan persalinan yang memadai.

Rabu, 03 Oktober 2007

Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010

RENCANA PEMBANGUNAN KESEHATAN MENUJU INDONESIA SEHAT 2010 Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktuf dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, meyeluruh, terpadu, terarah, dan berkesinambungan. Adapun tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data UNDP tahun 1997 mencatat bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih menempati urutan ke 106 dari 176 negara. Tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia memang belum memuaskan. Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehendak dari seluruh rakyat Indonesia, dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan. Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan. Penduduk yang sehat bukan saja akan menunjang keberhasilan program pendidikan, tetapi jiga mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk. Untuk mempercepat keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan melibatkan semua sektor terkait, pemerintah, swasta dan masayarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak hanya ditentukan oleh kinerja sektor kesehatan semata, melainkan sangat dipengaruhi olehinteraksi yang dinamis dari pelbagai sektor. Upaya untuk menjadikan pembangunan nasional berwawasan kesehatan sebagai salah satu misi serta strategi yang baru harus dapat dijadikan komitmen semua pihak, disamping menggeser paradigma pembangunan kesehatan yang lama menjadi Paradigma Sehat. Penyusunan rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 ini adalah manifestasi konkrit dari kehendak untuk melaksanakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan dan paradigma sehat tersebut.
Sumber : www.depkes.go.id

Keunggulan ASI dan Mamfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.

1.Aspek Gizi.
Manfaat Kolostrum
· Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
· Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.
· Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
· Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

Komposisi ASI
· ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.
· ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
· Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.

Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
· Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
· Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik
· ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
· Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
· Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
· Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.
· Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
· Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

3. Aspek Psikologik
· Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
· Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
· Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

4. Aspek Kecerdasan
· Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
· Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

5. Aspek Neurologis
· Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek Ekonomis
· Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

7. Aspek Penundaan Kehamilan
· Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

Sumber: Buku Panduan Manajemen Laktasi: Dit.Gizi Masyarakat-Depkes RI,2001

Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 Diluncurkan

Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok tanah air. Setiap tahun, sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Masalah gizi lain yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Kurang Vitamin A.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan yang dibacakan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dr. Sri Astuti Soeparmanto, Msc (PH), dalam acara peluncuran Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 (RAN-PANGAN DAN GIZI) di Jakarta, Rabu, 12 September 2007. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta, dan Menteri Pertanian Ir. Anton Apriyantono.
Menkes menyatakan, masalah-masalah gizi tersebut sangat merisaukan karena mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingginya balita gizi buruk terkait dengan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan balita. WHO memperkirakan sekitar 60% penyebab langsung kematian bayi dan anak didasari oleh keadaan gizi yang jelek. Tingginya masalah gizi berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum perempuan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan sosial ekonomi bangsa.
Sementara kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah keatas di perkotaan. Kelebihan gizi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang merupakan faktor penyebab kematian utama pada kelompok usia dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat, sangat kompleks. Secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu :
Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan, dan ini sangat terkait dengan daya beli keluarga.
Pola asuhan gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan bayi dan anak, khususnya menyusui secara ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI. Pola asuhan gizi keluarga sangat terkait dengan upaya keluarga untuk memelihara kesehatan bayi dan balita serta menjaga lingkungan yang sehat.
Akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi dan sebagainya.
Dari ketiga faktor tersebut jelas perbaikan gizi dan kesehatan sangat terkait dengan perbaikan sektor lain, terutama pangan, daya beli dan pendidikan. Masalah gizi dan kesehatan tidak akan bisa ditanggulangi hanya dengan pendekatan pengobatan atau kuratif saja, tetapi harus mengedepankan upaya-upaya pencegahan dan peningkatan.
Bank Dunia berdasarkan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa intervensi gizi yang berbasis pemberdayaan dan pendidikan gizi lebih cost effective dibandingkan dengan intervensi gizi langsung seperti subsidi pangan dan pelayanan kuratif lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan perbaikan pangan dan gizi memerlukan komitmen bersama, yang dicerminkan dengan adanya koordinasi dan integrasi yang baik mulai dari tahapan perumusan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi, ujar Menkes.
Menurut Menkes, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi merupakan instrumen kebijakan yang mengintegrasikan berbagai kebijakan dan strategi sektor yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat. Dengan mengutip kesepakatan pertemuan konsultatif WHO/FAO di India tahun 2004 bahwa di dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi di suatu negara sekurangnya memerlukan 4 strategi utama, yaitu : (1) strategi dibidang peningkatan akses dan cakupan pelayanan gizi dan kesehatan yang berkualitas; (2) strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) strategi untuk meningkatkan keamanan pangan, dan (4) strategi yang mengarah pada peningkatan pola menu sehat dan aktivitas fisik.
Dalam paparannya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta menyampaikan tujuan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-Pangan dan Gizi) 2006-2010 antara lain, meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu.
Kepala Bappenas menambahkan, dalam RAN-Pangan dan Gizi terdapat 4 pilar, yaitu kecukupan gizi, aksesibilitas terhadap pangan, keamanan pangan dan pola hidup sehat. Maksudnya, untuk mencapai kecukupan gizi di tingkat rumah tangga dan individu, pangan yang tersedia harus dapat diakses oleh rumah tangga, sehingga konsumsi pangan dapat memenuhi kecukupan jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Selanjutnya, keamanan pangan juga diperlukan sehingga bahan pangan dapat dikonsumsi secara untuk kesehatan individu dalam rumah tangga. Agar konsumsi pangan yang memenuhi gizi seimbang dan aman, dapat membentuk generasi yang sehat dan cerdas, maka perlu pula diiringi dengan pola hidup sehat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.