Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok tanah air. Setiap tahun, sekitar 4 juta ibu hamil dan ibu menyusui menderita gangguan anemia yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Masalah gizi lain yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Kurang Vitamin A.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan yang dibacakan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dr. Sri Astuti Soeparmanto, Msc (PH), dalam acara peluncuran Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 (RAN-PANGAN DAN GIZI) di Jakarta, Rabu, 12 September 2007. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta, dan Menteri Pertanian Ir. Anton Apriyantono.
Menkes menyatakan, masalah-masalah gizi tersebut sangat merisaukan karena mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingginya balita gizi buruk terkait dengan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan balita. WHO memperkirakan sekitar 60% penyebab langsung kematian bayi dan anak didasari oleh keadaan gizi yang jelek. Tingginya masalah gizi berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum perempuan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan sosial ekonomi bangsa.
Sementara kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah keatas di perkotaan. Kelebihan gizi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang merupakan faktor penyebab kematian utama pada kelompok usia dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat, sangat kompleks. Secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu :
Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan, dan ini sangat terkait dengan daya beli keluarga.
Pola asuhan gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan bayi dan anak, khususnya menyusui secara ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI. Pola asuhan gizi keluarga sangat terkait dengan upaya keluarga untuk memelihara kesehatan bayi dan balita serta menjaga lingkungan yang sehat.
Akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi dan sebagainya.
Dari ketiga faktor tersebut jelas perbaikan gizi dan kesehatan sangat terkait dengan perbaikan sektor lain, terutama pangan, daya beli dan pendidikan. Masalah gizi dan kesehatan tidak akan bisa ditanggulangi hanya dengan pendekatan pengobatan atau kuratif saja, tetapi harus mengedepankan upaya-upaya pencegahan dan peningkatan.
Bank Dunia berdasarkan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa intervensi gizi yang berbasis pemberdayaan dan pendidikan gizi lebih cost effective dibandingkan dengan intervensi gizi langsung seperti subsidi pangan dan pelayanan kuratif lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan perbaikan pangan dan gizi memerlukan komitmen bersama, yang dicerminkan dengan adanya koordinasi dan integrasi yang baik mulai dari tahapan perumusan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi, ujar Menkes.
Menurut Menkes, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi merupakan instrumen kebijakan yang mengintegrasikan berbagai kebijakan dan strategi sektor yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat. Dengan mengutip kesepakatan pertemuan konsultatif WHO/FAO di India tahun 2004 bahwa di dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi di suatu negara sekurangnya memerlukan 4 strategi utama, yaitu : (1) strategi dibidang peningkatan akses dan cakupan pelayanan gizi dan kesehatan yang berkualitas; (2) strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) strategi untuk meningkatkan keamanan pangan, dan (4) strategi yang mengarah pada peningkatan pola menu sehat dan aktivitas fisik.
Dalam paparannya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta menyampaikan tujuan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-Pangan dan Gizi) 2006-2010 antara lain, meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu.
Kepala Bappenas menambahkan, dalam RAN-Pangan dan Gizi terdapat 4 pilar, yaitu kecukupan gizi, aksesibilitas terhadap pangan, keamanan pangan dan pola hidup sehat. Maksudnya, untuk mencapai kecukupan gizi di tingkat rumah tangga dan individu, pangan yang tersedia harus dapat diakses oleh rumah tangga, sehingga konsumsi pangan dapat memenuhi kecukupan jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Selanjutnya, keamanan pangan juga diperlukan sehingga bahan pangan dapat dikonsumsi secara untuk kesehatan individu dalam rumah tangga. Agar konsumsi pangan yang memenuhi gizi seimbang dan aman, dapat membentuk generasi yang sehat dan cerdas, maka perlu pula diiringi dengan pola hidup sehat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.
Demikian sambutan Menteri Kesehatan yang dibacakan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dr. Sri Astuti Soeparmanto, Msc (PH), dalam acara peluncuran Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010 (RAN-PANGAN DAN GIZI) di Jakarta, Rabu, 12 September 2007. Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta, dan Menteri Pertanian Ir. Anton Apriyantono.
Menkes menyatakan, masalah-masalah gizi tersebut sangat merisaukan karena mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingginya balita gizi buruk terkait dengan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, bayi dan balita. WHO memperkirakan sekitar 60% penyebab langsung kematian bayi dan anak didasari oleh keadaan gizi yang jelek. Tingginya masalah gizi berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat terutama kaum perempuan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan sosial ekonomi bangsa.
Sementara kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah keatas di perkotaan. Kelebihan gizi merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang merupakan faktor penyebab kematian utama pada kelompok usia dewasa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya masalah gizi dan kesehatan masyarakat, sangat kompleks. Secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yang saling berinteraksi, yaitu :
Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan, dan ini sangat terkait dengan daya beli keluarga.
Pola asuhan gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk memberikan makanan bayi dan anak, khususnya menyusui secara ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI. Pola asuhan gizi keluarga sangat terkait dengan upaya keluarga untuk memelihara kesehatan bayi dan balita serta menjaga lingkungan yang sehat.
Akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi dan sebagainya.
Dari ketiga faktor tersebut jelas perbaikan gizi dan kesehatan sangat terkait dengan perbaikan sektor lain, terutama pangan, daya beli dan pendidikan. Masalah gizi dan kesehatan tidak akan bisa ditanggulangi hanya dengan pendekatan pengobatan atau kuratif saja, tetapi harus mengedepankan upaya-upaya pencegahan dan peningkatan.
Bank Dunia berdasarkan berbagai penelitian menyimpulkan bahwa intervensi gizi yang berbasis pemberdayaan dan pendidikan gizi lebih cost effective dibandingkan dengan intervensi gizi langsung seperti subsidi pangan dan pelayanan kuratif lainnya. Oleh karena itu, keberhasilan perbaikan pangan dan gizi memerlukan komitmen bersama, yang dicerminkan dengan adanya koordinasi dan integrasi yang baik mulai dari tahapan perumusan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi, ujar Menkes.
Menurut Menkes, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi merupakan instrumen kebijakan yang mengintegrasikan berbagai kebijakan dan strategi sektor yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat. Dengan mengutip kesepakatan pertemuan konsultatif WHO/FAO di India tahun 2004 bahwa di dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi di suatu negara sekurangnya memerlukan 4 strategi utama, yaitu : (1) strategi dibidang peningkatan akses dan cakupan pelayanan gizi dan kesehatan yang berkualitas; (2) strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) strategi untuk meningkatkan keamanan pangan, dan (4) strategi yang mengarah pada peningkatan pola menu sehat dan aktivitas fisik.
Dalam paparannya, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta menyampaikan tujuan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-Pangan dan Gizi) 2006-2010 antara lain, meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu.
Kepala Bappenas menambahkan, dalam RAN-Pangan dan Gizi terdapat 4 pilar, yaitu kecukupan gizi, aksesibilitas terhadap pangan, keamanan pangan dan pola hidup sehat. Maksudnya, untuk mencapai kecukupan gizi di tingkat rumah tangga dan individu, pangan yang tersedia harus dapat diakses oleh rumah tangga, sehingga konsumsi pangan dapat memenuhi kecukupan jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Selanjutnya, keamanan pangan juga diperlukan sehingga bahan pangan dapat dikonsumsi secara untuk kesehatan individu dalam rumah tangga. Agar konsumsi pangan yang memenuhi gizi seimbang dan aman, dapat membentuk generasi yang sehat dan cerdas, maka perlu pula diiringi dengan pola hidup sehat.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon/faks: 021-5223002 dan 52960661, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar